(FF SWITCH GENDER/JINBOON/G/1) Maturial Girl

Main Cast:
Jinboon
Lee Taeja (Gwe’s baby Girl)
Lee Tae Joe (Gwe’s baby boy)

Cast:
Taemin
Minho
Jonghyun

Support Cast:
Leeteuk Suju
Amber F(x)
Suzy MissA
Junho2PM

Genre:
Angst Romance Comedy

Rating:
G

Leght:
Sequel

HAPPY READING!!!!!!!!!

RCL Please~ ^^

**********************************************

Pertama kali memasuki sebuah gerbang Universitas ternama di Seoul matamu akan disilaukan. Kau akan disuguhkan dengan sepasang patung raksasa sedang duduk dibangku taman. Patung pendiri tempat bagi mahasiswa kaya menuntut ilmu. Dimana sang pria sedang menggoda wanita malu-malu didepannya, mencolek dagu sang wanita dengan senyum yang memampangkan gigi emasnya. Gigi emas itulah yang membuatmu silau.

Entah mengapa dipilih pose yang membuat hampir semua orang enggan untuk melihatnya. Terdengar berita bahwa pendiri Universitas ini sendiri yang memintanya, sebagai permintaan sebelum wafat.

Tapi ada seorang lelaki yang setia, memberi hormat pada patung menyilaukan tersebut setiap pagi, sebelum memasuki kelasnya.
Lee Jinki. Seorang mahasiswa yang cukup mencolok dikampusnya. Dia bukan cucu pemilik pendiri Universitas, atau anak dari pembuat patung tersebut, atau anak dari pekerja yang menggosok gigi emas setiap paginya. Dia melakukannya hanya karena menurutnya hal itu, keren.

Jinki berjalan menuju gedung fakultasnya. Memukul-mukul udara menggunakan stik drum. Seolah terdapat drum didepannya. Dengan menggoyang-goyangkan kepala dan mengeluarkan suara efek drum dari mulut yang dibuatnya sendiri.

Peraturannya, setiap mahasiswa harus menggunakan mobil kekampus. Tapi Jinki sudah memberikan mobilnya kepada sang kekasih.
Tiba dikelas sebelum dosen tiba, Jinki menyimpan stiknya kedalam saku jaket kulitnya. Mengeluarkan buku dari dalam ranselnya, dia siap untuk belajar. Teman sekelasnya selalu memandang aneh pada Jinki. Seharusnya Jinki mengenakan jas, rambutnya disisir rapih, dan membawa notebook. Notebook Jinki sudah diberikan pada kekasihnya.

Hah! Lagipula Jinki tak peduli dengan peraturan kampusnya. Dia merasa hanya perlu menghadiri kelas, menyelesaikan SKS, lalu lulus. Kemudian dia akan mengejar impiannya menjadi drumer terhebat yang selalu ditentang orangtuanya.

Seorang teman Jinki yang duduk dibelakang Jinki menepuk bahu hingga Jinki membalikan badannya kebelakang.

“Jinki! Aku melihat performa bandmu The Mom di youtube semalam.”

Mata Jinki berbinar. Dia senang akhirnya ada teman yang melihat penampilannya.

“Menurutmu penampilanku keren bukan?”
“Perform murahan yang dimainkan oleh orang-orang miskin.”

“AHAHAHHAHHAHHAHHAHA”

Tawa membahana dikelas tersebut setelah temannya merendahkan band yang dibentuk Jinki dan teman-teman kecilnya. Jinki hanya ikut tertawa seolah hal tersebut memang lucu baginya.
Tak ada gunanya menentang pendapat teman-teman super kayanya. Anggota The Mom lainnya tidaklah miskin, mereka hidup berkecukupan untuk membeli alat-alat musik sendiri. walau memang tidak sekaya Jinki dan teman-teman Jinki yang kuliah diUniversitas ini.

Ah! Sudah cukup. Jinki pun malas membahas teman-teman super kaya yang membosankan. Dia tak percaya orangtuanya sendiri adalah lulusan Universitas penuh dengan orang-orang kaya berambut klimis.

Hanya ada satu yang membuat Jinki dapat bertahan dikampusnya. Seorang gadis yang berjalan kearah Jinki saat ini. Gadis cantik, populer, matanya bulat dengan senyum yang manis. Suzy, Jinki merasa beruntung ketika gadis ini meminta untuk menjadi kekasihnya sejak setahun yang lalu. Suzy yang sangat Jinki sayangi, karena kekasihnya itu selalu mendukung kegiatan Jinki bersama bandnya.

“Jinki.”

Sebuah senyum lebar ditunjukan Jinki untuk menyambut kedatangan kekasihnya. Lelaki bermata sipit ini tak sabar ingin mengajak Suzynya merayakan hari jadi satu tahun mereka.

“Kita putus saja ya.”

Badai memporak porandakan hati Jinki. Kata putus yang keluar dari senyum manis Suzy menguasai otaknya, menyerang pusat otaknya bagai petir. Jinki membeku. Dia bahkan tak mendengar gelegar tawa dari teman-teman sekelasnya. Dia hanya fokus pada Suzy.

“Terima kasih, berkatmu aku memenangkan taruhan. Satu tahun menjadi pacarmu, aku akan mendapatkan sebuah pulau di Bahama. Sekali lagi, terima kasih ya.”

Hanya-bahan-taruhan?
Sewaktu kecil, Jinki pernah memukul panci milik ibunya sekuat tenaga hingga stiknya patah. Kini, Jinki dapat merasakan apa yang panci itu rasakan. Hatinya bagai bagai dipukul stik hingga patah.

********

Jinki seperti mayat hidup.
Berjalan gontai tak tentu arah dengan pandangan yang kosong.

Mobil yang dikembalikan Suzy tak diambilnya. Notebook yang dikembalikan Suzy dibiarkan tergeletak dibangku kelasnya. Jinki tak mau menyentuh barang-barang yang menjadi kenangan buruk.

Lalu bagaimana dengan ibunya. Ibu Jinki pasti marah besar jika tahu Suzy bukan lagi kekasih anaknya. Band The Momnya? Seorang drumer tanpa kekasih yang cantik tidaklah keren lagi. Kuliah-kuliahnya akan semakin membosankan. Jinki semakin frustasi memikirkannya.

Jinki mengerjap-ngerjapkan matanya. Menoleh kekiri dan kekanan. Dia tak mengenal wilayah dimana dia berada saat ini. Jinki TERSESAT!!!

Lengkap sudah penderitaan Jinki saat ini. Dia panik. Dan lapar. Tak tahu arah pulang dan tak memegang uang. Selfon dan dompetnya ia simpan diransel. Dan ranselnya ia kubur ditaman kampus sebagai wujud patah hatinya. PERFECT!

Tangannya menggacak-acak rambutnya! Semakin ia membuat rambutnya berantakan, semakin bayangan Suzy terlintas dikepalanya. Frustasinya memuncak. Jinki memandangi stik drum yang ia ambil dari saku jaketnya. Memandanginya, memeluknya, merasa hanya benda tersebut yang kini menemaninya.

Putus asa karena tak tahu jalan pulang. Jinki mengeratkan pelukannya pada stik drum. Berbaring ditengah jalan dan menunggu mobil menggilas tubuhnya. Dengan begitu, Jinki merasa jika dia mati, Suzy akan menyesal seumur hidup.

Matanya terpejam. Mengingat kembali kenangan-kenangannya bersama Suzy. Sambil menunggu ajal.

“Tit! Tiiiiiiiiitttttttttt!!!!”

Suara nyaring tersebut. Bukan berasal dari klakson mobil. Suara tersebut datang dari suara seorang gadis kecil yang menirukan bunyi klakson.

“Tiiiiiiiitttttt!!! Tiiiiiiiiittttttt!! Aku mau lewatttt!!!”

Mata bulat gadis kecil tersebut memicing. Menggembungkan pipinya dan meremas kuat pegangan sepeda roda tiganya. Seorang lelaki tidur melintangi jalan sehingga menghalangi rute tour bersepedanya.

“TiiiiiiiiiiiiiiiTTTTTTT!!!!”

Suaranya semakin nyaring dan berisik. Adik lelaki berumur satu tahun yang dibonceng dibelakangnya justru terkekeh dan menepuk-nepuk tangannya sendiri karena mendengar suara yang dibuat kakak perempuannya.

Melihat putrinya kesal, seorang wanita menghampiri Jinki yang masih memejamkan matanya. Menaruh jari telunjuknya dibawah hidung Jinki, dan dia dapat merasakan hembusan nafas Jinki. Yang artinya, lelaki yang menghalangi jalan putrinya ini masih hidup.

“Tuan.”

Gweboon menggoyang-goyangkan bahu Jinki. Jinki tak juga bangun.

“Tuan, kau menghalangi jalan.”

Tak ada respon sedikitpun dari Jinki saat jari Gweboon menusuk-nusuk pipi gembulnya. Gweboon mulai khawatir. Bagaimana jika lelaki yang berbaring didepannya ini pingsan dan butuh nafas buatan?

Gweboon menjepit hidung Jinki dengan jempol dan telunjuknya hingga membuat lelaki itu sulit bernafas. Dia mengambil nafas dalam sebelum meniupkan udara kedalam mulut Jinki.

Mata Jinki terbelalak merasakan hembusan udara dimulutnya. Gadis kecil itu menutup matanya, sedangkan balita berumur satu tahun itu sibuk menarik-narik rambut kakaknya yang menjuntai.

Gweboon menyudahi pemberian nafas buatannya. Jantung Jinki terus berdetak kencang ketika melihat seorang wanita dihadapannya. Dimata Jinki, wanita tersebut mengeluarkan sinar disekujur tubuhnya. Senyumnya sangat menggoda dengan bibir berwarna merah muda pucat.

“Kau baik-baik saja?”

Gweboon mengibaskan tangannya pada wajah Jinki. Memberikan sedikit hembusan angin yang menerpa kulit wajah Jinki dengan aroma parfum yang lembut. Jinki merasa dirinya sudah mati dan bertemu bidadari disurga. Sampai…

“Ahjussi! Kau menghalangi jalanku!!”

Seorang gadis kecil menginjak kuat daerah pribadi Jinki.

“AAAAAAAHHHHWWWWWWW!!!”

Dan menyadarkan Jinki bahwa dirinya belum disurga.

………………

Rumah bidadari tersebut ternyata tidak jauh dari tempatnya akan mengakhiri hidup. Dan rumah bidadari itu sangat sederhana dan tertata rapih. Bahkan bidadari itu memberikan Jinki makan siang.

“Maafkan putriku Taeja. Dia hanya anak empat tahun.”
“Dhi#thophobhb@a”

‘Tidak apa-apa’ maksudnya. Membalas kata Gweboon dengan mulut penuh makanan. Tersenyum lebar meskipun beberapa butir nasi jatuh kembali kedalam mangkuk nasinya.

Didepan Jinki seorang gadis kecil berambut panjang menatapnya seperti pembunuh. Menusuk-nusuk potongan buah dengan garpu ditangannya. Jinki melihat gadis tersebut dengan senyum tipis. Cara gadis berumur empat tahun memakan buah dengan memanyunkan bibirnya, menyadarkan Jinki bahwa ada seseorang yang tak menginginkan kehadirannya.

Gadis tersebut bermata bulat, bibirnya sama keritingnya dengan Gweboon. Membuatnya terlihat mirip dengan bidadari yang memberi Jinki makan.

“Adikmu manis sekali.”

Basa-basi Jinki pada Gweboon untuk mencuri hati gadis kecil gahar didepannya. Tapi Taeja justru memuntahkan kembali buah yang baru saja dikunyahnya.

“Aigoo Taeja, kau tidak boleh bersikap seperti itu dimeja makan.”

Gweboon membersihkan sisa-sisa buah pada bibir dan dagu Taeja. Mengambil piring penuh dengan buah benyek dan menyimpannya diwashtafel. Kemudian duduk kembali dan menuangkan jus pada gelas Taeja.

“Taeja memang manis walau sedikit nakal. Dia bukan adikku, tapi anakku.”

Jinki berhenti mengunyah.
Sumpit pada tangannya terjatuh karena tangan Jinki tak sanggup lagi memegangnya. Jinki menoleh pada seorang anak lelaki yang menggigiti mainannya sendiri. Anak lelaki itu memiliki mata yang sama dengan Gweboon. Itu artinya, bidadari Jinki memiliki dua anak?

Tapi, dimana suaminya? Jinki tak melihat satupun foto laki-laki yang sama ganasnya dengan Taeja.

“Jinki ssi?”

Mendengar suara Gweboon, Jinki langsung menatap bidadari yang baru memangginya. Efek sinar yang menyeruak dari tubuh Gweboon tak hilang dimata Jinki. Dia masih seorang bidadari dengan seorang cupid dan setan kecil disampingnya. Seperti itulah yang Jinki bayangkan.

“Dimana, suamimu?”
“Aku baru bercerai.”

Dengan sumringah Gweboon menjawab pertanyaatn Jinki. Memberikan harapan yang melambung pada lelaki yang diam-diam mengincarnya. Seperti tak ada penyesalan diwajah Gweboon. Apa dia senang telah bercerai? Atau jangan-jangan Gweboon pun diam-diam menyukai Jinki?

Jinki tersenyum bersama dugaan dan hayalan-hayalannya mengenai Gweboon. Membayangkan dirinya akan menjadi suami pengganti yang ideal bagi Gweboon, senyum Jinki semakin mengembang.

“Jinki ssi? Apa ini milikmu?”

Jinki tersadar dari hayalannya.
Gweboon menunjukan sebuah stik drum berlumur lendir. Stik lainnya patah menjadi dua bagian. Pada stik yang patah tersebut terukir nama panggung Jinki, ‘Onew’. Seketika mata Jinki membulat. Benda kesayangannya, yang dia jaga selama dua puluh tahun, HANCUR.

Melihat ekspresi Jinki. Gweboon merasa bersalah. Stik-stik tersebut dimainkan anak lelakinya Joe. Joe terus menggigitnya hingga air liurnya menutupi permukaan stik yang terbuat dari kayu tersebut. Bosan dengan stik yang yang berlendir, Joe menggunakan stik lainnya untuk memukul-mukul boneka kakaknya. Taeja yang marah, mematahkan stik tersebut.
Seperti itulah kronologis kematian stik drum kesayangan Jinki. Dan semuanya terjadi disaat Jinki tengah sibuk menghayalkan pernikahannya dengan Gweboon.

“Aku akan menggantinya. Maafkan aku.”

Tiba-tiba terbesit satu ide dikepala Jinki. Ide dimana Jinki bisa mewujudkan impiannya untuk melihat bidadari setiap hari.

“Bagaimana jika sebagai gantinya, kau ijinkan aku tinggal bersamamu. Aku tak ingat jalan pulang.”

Lupa jalan pulang hanyalah akal-akalan Jinki. Agar Gweboon membiarkannya tinggal dirumah sederhana milik Gweboon.

“Apa kau amnesia? Ya Tuhan!”

Gweboon terlihat simpati. Jinki terlihat menahan tawa, untuk menyembunyikan kesenangan didalam hatinya. Tak menyangka jika ibu cantik ini mudah diakali.

“Iya, tampaknya aku terkena amnesia. Aku lupa rumahku, aku lupa semuanya. Aku hanya ingat namaku.”

Gweboon semakin bersimpatik. Dan ada rasa bersalah menghinggapinya. Dia merasa apa yang dilakukan anak perempuannya pada ‘milik’ Jinki sudah memperparah penyakit amnesia Jinki.

“Baiklah, kau boleh tinggal. Tapi sampai ingatanmu kembali.”

Sedikit kecewa. Jinki ingin tinggal selamanya. Lagipula, dia sudah tidak peduli dengan kuliahnya. Atau orang tua kayanya. Dan bandnya yang memang sedang akan hiatus.
Tapi, untuk langkah awal. Ii adalah permulaan yang bagus untuk mengambil hati Gweboon.

“Terima kasih. Aku janji tidak akan merepotkanmu.”

Hehe. Jinki tidak menyadari sesuatu.
Dia mungkin tidak akan merepotkan Gweboon. Tapi dua balita dirumah itulah yang akan merepotkan dirinya.

Pembantaian, akan segera dimulai.

*******

Disuatu tempat. Dirumah mewah dimana terdapat studio band didalamnya. Beberapa orang berkumpul menunggu seseorang dengan cemas. Tak tidur semalaman menunggu seseorang hingga pagi menjelang.

Seorang ibu mencoba menghubungi nomor anaknya. Tapi sejak kemarin tak juga diangkat. Seorang ayah duduk tak tenang disofa kesayangannya. Memandangi satu persatu tiga lelaki seumuran anaknya sedang duduk didepannya.

“Apa dia sedang menyendiri disuatu tempat dan merangkai syair lagu patah hati?”

Dugaan seorang perempuan berjaket kulit dengan perawakan sangat lelaki, Amber, membuat kedua orang tua Jinki kembali berduka. Mengingat pengakuan Suzy tentang berakhirnya hubungan meraka. Orang tua Jinki yang berharap banyak pada Suzy jelas kecewa.

“Kupikir Jinki sedang menusuk dirinya dengan pisau. Atau mencongkel matanya. ”

Aura kegelapan menyelimuti ruangan tersebut. Anggota The Mom yang paling suram ini bernama Junho. Nada bicaranya selalu datar. Tak berekspresi. Dia tak pernah takut akan apapun. Jika berada didekatnya kau akan merasa kiamat sudah dekat.

Well, orang tua Jinki tak akan percaya dengan prediksi Junho. Mereka tahu betul Jinki sangat takut dengan pisau dan jarum. Seandainya mereka tahu Jinki mencoba bunuh diri dengan cara yang lain.

“Atau, jangan-jangan dia sedang menggoda ahjumma-ahjumma di gang namsan?”

Tebakan Jjong hampir benar. Jika saja mereka tahu apa yang sebenarnya Onew lakukan. Tapi sayangnya tebakan Jjong direspon ayah Jinki dengan lemparan bantal.
Jika saja itu memang terjadi –dan memang sedang terjadi-, ayah Jinki akan mencoret nama Jinki dari daftar warisan.

Sementara itu, ditempat lain. Ditengah-tengah nyenyaknya tidur, tiba-tiba Jinki tak dapat bernafas. Lehernya sakit, dan memaksanya untuk membuka mata.

Jinki terkejut ketika melihat Taeja dengan semangat mencekik lehernya. Jinki tak dapat berteriak karena tangan kecil Taeja menyumbat pernafasannya.
Joe yang melihat aksi kakaknya hanya tertawa. Kaki Jinki yang terus menendang udara terlihat lucu dimatanya.

“Ya ampun TAEJA!!”

Syukurlah Gweboon datang tepat waktu dan memergoki apa yang dilakukan Taeja pada Jinki. Dia mengangkat pinggang Taeja dan menjauhkannya dari Jinki. Melihat Jinki setengah mati mengatur nafasnya kembali, Gweboon membantu Jinki untuk duduk disofa dan mengelus-elus punggung Jinki.

“Paman ini tidak mau bangun. Aku hanya mencoba membangunkannya.”

Dengan wajah tak bersalah Taeja membela dirinya sendiri. Memang Gweboonlah yang menyuruh Taeja membangunkan Jinki sementara dirinya berdandan. Tapi Gweboon tak pernah mengira Taeja akan menggunakan tehnik mencekik untuk membangunkan Jinki yang tidur disofa.

“Lain kali jangan lakukan itu. Mengerti?”

Taeja mengangguk mantap. Kemudian dia kembali kedapur dan memasukan bekal yang dibuat Gweboon kedalam ransel merah mudanya.

Tangan Gweboon yang masih mengelus punggung Jinki, membuat sipemilik punggung terbuai dan pipinya bersemu merah. Menyadari nafas Jinki sudah kembali normal, Gweboon menghentikan usapannya dan beranjak dari sofa.

Jinki kecewa. Namun kekecewaannya tersebut dibayar dengan tiga kancing kemeja teratas Gweboon yang terbuka. Belahan dada Gweboon terlihat Jinki. Pemandangan pagi yang menyegarkan bagi Jinki.

“Maaf karena kejadian pagi ini Jinki ssi.”

Gweboon menggambil Joe yang berdiri dengan berpegangan pada meja. Menggendong anak bungsunya tersebut sebelum Joe menggigiti meja.

“Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.”

Pemandangan dimata Jinki semakin indah. Ketika Joe menarik-narik kemeja ibunya hingga Jinki dapat melihat warna bra yang dipakai Gweboon.

“Biru.”

Reflek Jinki menggumamkan warna bra Gweboon. Beruntung orang yang digumamkan tidak mendengar dan membiarkan Joe semakin menarik kemejanya.

Plukh~

Kancing keempat terlepas akibat tarikan tangan Joe. Belahan dada Gweboon semakin jelas tersaji didepan Jinki. Thanks to Joe.
Menyadari akan hal tersebut, Gweboon berlari kekamar. Meninggalkan Jinki yang mulai mengeluarkan darah dari hidungnya.

……

Dengan tisu yang menyumbat hidungnya, Jinki membuka satu persatu lemari didalam kamar Gweboon.

Bidadarinya itu harus pergi bekerja dan membawa kedua anaknya untuk dititipkan. Jinki kecewa dirinya belum dipercaya Gweboon untuk menjaga kedua anak-anaknya.

Saat membuka laci Jinki terkejut. Menutup segera laci yang berisi pakaian dalam dan lari keruang tengah untuk mengambil tisu. Untuk menyumbat lubang hidung lainnya yang ikut mengeluarkan darah.

Setelah kedua lubang hidungnya disumbat. Jinki kembali kekamar Gweboon dengan mulut terbuka untuk bernafas. Sipemilik kamar sudah memberi ijin untuk menggeledah lemarinya. Agar Jinki dapat mengganti pakaiannya dengan pakaian mantan suami Gweboon.

Tidak banyak, akhirnya Jinki menemukan pakaian pria. Hanya terdapat beberapa pasang termasuk celana jeans. Sayangnya, celana jeans tersebut tampak sempit bagi Jinki. Itu berarti mantan suami Gweboon lebih kurus.

Not bad. Jinki mendapatkan celana training dan kaus yang pas dibadannya. Setidaknya dia bisa berganti pakaian setelah mandi.

Merasa tak ada yang dapat dilakukannya, Jinki mulai bosan.

Dia hanya berdiri ditengah rumah dan tahu harus berbuat apa.

Memasak?
Dia baru saja sarapan. Ha! Jinki tak bisa memasak kecuali memukul panci.

Mencuci?
Mengoperasikan mesin cuci saja Jinki tak tahu.

Membereskan rumah?
Ya, mungkin mengepel lantai dan menata rumah.
Tapi.. tampaknya Gweboon baru mengepel lantai tadi pagi.

Jinki mengendus lantai dan masih tercium aroma segar dari lantai kayu rumah Gweboon. Mencolek lantai dengan jari telunjuknya, tak ada debu atau kotoran sedikitpun dilantai. Nyamuk yang mendarat diatas lantai pun tergelincir. Jinki bahkan dapat bercermin diatasnya.

WOW. Apa yang dilakukan Gweboon sementara Jinki tertidur? Bidadarinya itu tak menyisakan pekerjaan sedikitpun. Menjadikan Jinki bagai parasit saja.

Mencari pekerjaan?
BENAR! Mencari pekerjaan adalah keputusan yang benar. Jinki tak bisa hanya berdiam diri dan makan dari uang jerih payah bidadarinya. Jinki harus menunjukan bahwa dirinya berguna dan calon kandidat suami yang baik.

Eh. Ada sesuatu yang ganjal.
Tempat apa yang menerima pekerja dengan celana Training dan kaus? Sepertinya Jinki membutuhkan pakaiannya walau agak bau.

*******

Lucky Jinki.
Baru saja menginjakan kakinya keluar rumah. Dia sudah menemukan lowongan pekerjaan yang terpampang dikaca display warung mie didepan rumah Gweboon.

Warung mie tersebut benar-benar mencari sosok seperti Jinki.
Mencari pekerja pria dibawah 25 tahun dengan stamina yang kuat. Bisa mengendarai motor. Membutuhkan pekerjaan. Hilang ingatan, dan bau.

Jinki merobek poster lomongan kerja pada kaca display warung. Membawanya kedalam warung dengan langkah percaya diri.

Hari masih pagi dan warung terbilang sepi. Dengan kursi yang masih tersimpan diatas meja, tentunya warung mie ini belum buka.

“Annyeonghaseyo!”

Melantangkan suaranya agar dapat terdengar oleh pemilik warung yang berada didalam rumah.

“ANNYEONGHASEYOO!!!”

Berbekal tenaga saat sarapan, Jinki berteriak seolah meminta penonton yang menyaksikan penampilan Bandnya untuk merusuh.

Byyuurrrrr!!!!

Satu ember air membasahi Jinki. Lelaki yang sedang berdiri dengan ember ditangannya harus bertanggung jawab atas basah kuyupnya Jinki. Karena jiwa preman Jinki bangun tak terima dirinya diguyur air tanpa sebab.

“YA! Kau mau mati huh??”

Mengangkat kerah lelaki berbaju putih layaknya chef. Lelaki tersebut sama sekali tak takut dengan ancaman Jinki. Dia justru mengendus-endus badan Jinki yang sama wanginya dengan lantai.

“Kau sudah wangi. Kau diterima bekerja disini. Selamat!”

Menjabat paksa tangan Jinki. Yang dijabat tangannya masih mencoba untuk mencerna apa yang dikatakan lelaki ini. Ditertima bekerja disini?

Jinki mengerti dan langsung melepaskan cengkraman tangannya pada kerah bos barunya. Merapihkan kerah tersebut dan menepuk-nepuk bahu bosnya.

“Namaku Leeteuk. Sepertinya usia kita tak jauh beda. Jadi panggil aku oppa.”
“OPPA???”

……

Memiliki seorang bos yang lama hidup sendiri sangatlah sulit. Bos yang kesepian itu begitu mendambakan seseorang yang memanggilnya oppa. Bahkan kesepian hatinya, menjadikannya sosok yang tak dapat ditebak.

Jinki menggelengkan kepalanya. Menjauhkan pikiran-pikiran negatif mengenai bos Leeteuknya. Atau, oppanya.
Menggelengkan kembali kepalanya saat mengingat dia harus memanggil lelaki dengan sebutan oppa. Kini matanya fokus pada secarik kertas yang diberikan Leeteuk. Sebuah alamat rumah dimana penghuninya sedang menunggu datangnya pesanan ramen.

Jinki melepas helm dan menaruhnya pada stang motor tua milik Leeteuk. Mengambil box berisi mangkuk mie dengan hati-hati. Kemudian menekan bell rumah yang terbilang sederhana. Yah, jika dibandingkan dengan rumah Jinki.

Lelaki berkacamata dengan kemeja dan dasi yang longgar mempersilahkan Jinki masuk. Jinki menaruh mangkuk-mangkuk mie dengan kasar. Menaruh sumpitpun sembarangan. Kita bisa memakluminya karena dia baru saja menjalani harinya sebagai pengantar mie. Tapi pria berkacamata itu tak mau tahu.

“Ya! Kau tidak lihat berkas dimejaku?”

Hanya melirik. Jinki melihat beberapa kertas tertindih mangkuk yang ia taruh. Iya dia memang melihatnya. Lantas kenapa? Jinki pikir dia tidak melakukan hal yang salah.

“Memangnya kenapa?”

Tanya Jinki. Anak dari keluarga Jinki tidak dilahirkan untuk peka pada hal-hal yang seperti ini. Ck!

“Itu berkas penting! Bagaimana jika terkena noda mie!”
“Ya! Kau pikir aku tahu itu berkas penting?”

Pelanggan pertama Jinki semakin kesal. Seorang bocah melecehkan dan berbicara tidak sopan padanya. Pria itu melepas kacamatanya. Berjalan menghentakan kakinya kasar menghampiri Jinki yang berdiri disamping meja. Mengambil tak kalah kasar sebuah kertas dari bawah mangkuk mie.

“Ini adalah kasus penting yang kutangani! Jadi aku ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan! Mengerti?”

Apa yang baru dilihat Jinki hingga matanya membulat. Arah matanya tak lepas dari kertas yang diacungkan lelaki itu diwajah Jinki.
Gweboon. Tidak salah lagi. Jinki baru saja melihat foto Gweboon pada berkas tersebut.

“Kasus apa?”

Jika hal yang menyangkut Gweboon. Tentu Jinki sangat ingin tahu. Mengapa bisa kasus Gweboon begitu penting bagi pria berkacamata ini?

Pria itu tak mengerti mengapa Jinki tertarik pada kasus kesayangannya. Semula ia berfikir untuk tidak memberitahu sipengantar mie ini. Tak ada gunanya. Tapi.. pria ini ingin sekali menggoda Jinki. Entah darimana keinginan itu datang.

“Kau lihat wanita ini?”

Jinki mengangguk pasti ketika foto Gweboon ditunjukan oleh pria yang berprofesi sebagai pengacara kurang terkenal.

“Aku baru saja menangani perceraiannya. Dan segera, kau juga akan kuundang, pernikahanku dengan wanita cantik ini. Kim-Gwe-boon.”

Me.me.me.menikah? dengan pengacara tak tampan ini??? Jinki bahkan jauh lebih tampan dari dia!
Jinki tak mempercayai apa yang baru dikatakan pria ini. Jinki tak mau mempercayainya. Ah! Apa karena dia seorang pengacara? Jinki hanya seorang pengantar mie yang hilang ingatan dimata Gweboon. Apa yang harus Jinki lakukan??

-bersambung-